Header Ads Widget

Adsterra

Sejarah Rangkasnya Sungai Cijolang

Sejarah Rangkasnya Sungai Cijolang

Di suatu malam terjadi bencana alam dengan turunnya hujan lebat yang luar biasa, sehingga air sungai Cijolang meluap tinggi melampaui kapasitas daya tampung sungai. Akibat kuatnya tekanan kederasan air sungai, tanah genting pada bagian bukit yang tipis dan menjadi dinding penyekat antara sungai di bagian hulu dan sungai di bagian hilir sedikit demi sedikit terkikis habis diikuti dengan longsor dan akhirnya pada bagian bukit yang paling rendah itu jebol, atau dalam bahasa Sunda disebut rangkas. Sungai Cijolang pun berpindah tempat, yang semula melingkari kampung di bagian Barat dan Selatan, beralih ke bagian Tengah pesawahan yang paling rendah di bagian Timur, mulai dari tempat rangkas sampai dengan sungai semula di muara sungai Cigintung sekarang.

Rangkasnya sungai Cijolang terjadi pada malam hari menjelang pagi diawali dengan turunnya hujan lebat dari mulai sore hari secara terus menerus yang diikuti dengan banjir besar yang naik ke perkampungan. Di malam hari dikala masyarakat sedang tidur, sebagian orang-orang yang sedang melaksanakan tugas Ronda mendengar suara ledakan keras yang mengguncang dan menggelegar diiringi suara gemuruh air yang dahsyat , sehinga seluruh kampung Tangkolo terasa bergetar bagaikan mengalami guncangan gempa bumi. Dengan terdengarnya ledakan ini seluruh masyarakat yang sedang tidur di bangunkan olen petugas Ronda diiringi dengan bertalu-talunya suara kentongan yang dipukul secara terus-menerus agar semua penduduk yang ada di dalam rumah bangun dan keluar rumah. Setelah bunyi ledakan terdengar, air banjir semakin naik ke perkampurgan dengan kondisi hujan yang belum mereda, dan ditambah lagi keadaan gelap malam. Sampai pagi hari penduduk setempat tidak bisa tidur karena harus nunyelamatkan barang-barang yang mungkin hayut terkena banjir dan siap siaga untuk menjaga segala kemungkinan yang mungkin akan terjadi.

DomaiNesia

Menurut penuturan para sesepuh dari Baregbeg, Tambak Sari Kabupaten Ciamis, rangkasnya sungali Cijolang terjadi pada hari Kamis bulan Sawal Mulud tahun 1886 Masehi yang didahului dengan terjadinya hujan yang terus menerus selama tujuh hari siang - malam, sehingga seluruh kampung terendam dan ketinggian air sampai di lantai rumah panggung. Ketinggian air di dalam kampung diperkirakan mencapai kurang lebih setinggi 80 cm menurut ukuran sekarang.

Pagi harinya, baru penduduk tahu persis dan menyaksikan keadaan yang sebenarnya, bahwa sungai Cijolang sudah rangkas. Sebab pada waktu kejadian tidak ada seorangpun yang dapat melihat ke lokasi karena luapan air yang tinggi dan derasnya arus air sungai serta gelapnya malam. Hanya diterka-terka saja bahwa ledakan itu mungkin terjadi akibat rangkasnya sungai Cijolang. Mengenai kepastian tanggal dan bulan Masehi yang tepat saat terjadi rangkasnya Cijolang belum ditemukan catatannya, namun salah seorang diantara orang tua di Kampung Bantar Dengdeng dan pernah menjadi Ngabihi di Desa Bantar Dengdeng, ada yang disebut oleh masyarakat dengan nama Si Banjir, karena lahir saat terjadinya peristiwa banjir di Kampung Tangkolo, sehingga namanya yang asli tidak diketahui oleh orang banyak. Dengan adanya peristiwa terjadinya bencana alam ini maka terjadilah hal-hal sebagai berikut :

  1. Kampung Tangkolo terpecah menjadi dua bagian, sebagian berubah bentuk datarannya yang semula bagaikan tanjung yang menjorok kelaut dangkal, sekarang menjadi delta baru yang dibentuk oleh sungai Cijolang lama dengan aliran airnya yang sudah mengecil. Sungai Cijolang Baru di tempat rangkasnya masih agak sempit tetapi menurun tajam dengan arus yang deras dengan aliran airnya yang cukup besar dibandingkan dengan air Cijolang Lama. Dengan demikian maka delta ini seperti nusa atau pulau kecil yang dikelilingi oleh sungai besar.
  2. Muncul nama suatu tempat penyeberangan di sungai baru, yang semula tidak ada dan disebut rarangkasan, yang berarti bekas rangkasnya atau bekas jebolnya sungai Cijolang berada di tempat itu.
  3. Lahirlah sebuah nama bukit baru yang disebut pasir buntu yang berarti bukit buntu, bukit yang terputus yang semula memanjang mulai dari gunung Susuh, tidak ada lagi terusan atau sambungannya, tetapi berhenti atau buntu hanya sampai di Rarangkasan.
  4. Tempat pemakaman di bagian Selatan yang ada sekarang dahulunya bersambung menjadi satu kesatuan dengan pasir buntu bukit di seberangnya yang ada di bagian utara. Tempat pemakaman ini adalah pecahan bukit yang tersisa, sebagai salah satu bagian yang terputus dari bukit induknya menjadi bukit yang berdiri sendiri. Menjadi gunung yang terpisah.
  5. Kampung Tangkolo terpecah menjadi dua bagian, Utara dan Selatan. Sehingga yang daulunya satu kesatuan kini terpisah antara satu dan lainnya karena sudah terbelah oleh sungai Cijolang baru.
  6. Di tempat jebolnya sungai terbentuklah suatu lubuk atau leuwi dengan kedalaman kurang lebih setinggi antara 5 sampai 7 meter, yang akhirnya dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan leuwi rarangkasan. Tepatnya berada di bawah kolong jembatan penghubung kedua pemukiman yang ada di Tangkolo sekarang.
  7. Di bagian sebelah timur sungai mulai dari rarangkasan sampai pada ujung pertemuan antara sungai Cijolang baru dengan sungai Cijolang lama, terjadi penimbunan pasir sungai yang cukup tebal dengan areal yang cukup luas, sehingga merupakan suatu pelataran padang pasir sungai, yang memanjang dan di sebut dengan istilah Palatar Kaji. Ketebalan pasir palatar kaji yang cukup tinggi ini dibentuk oleh tanah urug dan rarangkasan, dipertebal dengan tanah yang terkikis oleh derasnya arus air banjir dan dasar sungai baru, ditambah pula dengan naiknya pasir sungai yang semula terbendung di bagian hulu sebelum rangkas, beralih ke palataran hilir dan pelataran inilah yang akhirnya menjadi cikal bakal lapangan sepak bola Tangkolo.
  8. Dengan rangkasnya sungai Cijolang, bentuk sungai menjadi berubah. Yang semula melingkar ke arah Barat, kini berpindah menjadi lurus. Dengan demikian sungai Cijolang bagaikan ular raksasa yang menggeliat dari tidur dan meluruskan badannya, sehingga membawa perubahan terhadap kontur tanah daratan semula.
  9. Bekas sungai Cijolang lama sudah tidak lagi dialiri air, tetapi menjadi bulakan yang berpasir dan berbatu-batu. Atas kesepakatan pemerintah dari dua Kabupaten yang bersangkutan yaitu Kuningan dan Ciamis, tanah bekas sungai Cijolang lama sepanjang dari rarangkasan sampai ke sungai Cigintung, dibagi menjadi dua bagian dengan cara dibuatkan patok-patok kesepakatan sebagai batas baru kabupaten. Batas alam kedua Kabupaten menjadi berubah yang semula sungai Cijolang sebagai batas alam kini diganti menjadi patok baru ditengah-tengah bekas sungai yang sekarang sudah menjadi pesawahan. Meskipun batas wilyah yang ada di peta bumi Jawa Barat masih tergambar sungai Cijolang sebelum rungkas atau jebol.
  10. Pesawahan bekas sungai Cijolang yang telah dipecah menjadi dua bagian itu, oleh masyarakat setempat disebut dengan nama sawah walungan, baik yang masuk ke wilayah Kabupaten Ciamis maupun yang masuk ke Wilayah Kabupaten Kuningan.
  11. Tanah-tanah sepanjang garis pantai yang tertutup pasir sungai yang terbentuk oleh sungai Cijolang lama di bagian Selatan, yang semula disebut Palatar, selanjutnya sebutannya berubah. Oleh masyarakat setempat di sebut Palatar Hampelas karena di sepanjang bekas Palatar lama ini banyak ditumbuhi pohon-pohon hampelas. Lama kelamaan Palatar Hampelas menjadi kebun pandan dan sekarang sebagian sudah menjadi jalan keliling yang bisa dilalui oleh kendaraan roda empat melingkar di selatan kampung Tangkolo sampai di Pemakaman.
  12. Di sawah Palatar yang sekarang, masih ada sisa-sisa sawah yang masuk ke wilayah Ciamis yang terputus oleh rangkasnya Cijolang. Meskipun pemilik sawah itu sekarang orang Tangkolo, segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah adinimstrasi pemerintahan harus diselesaikan melalui Kabupaten Ciamis.

Baca juga : Sejarah Awal Desa Tangkolo

Yang jelas sampai sekarang masih ada sisa-sisa peristiwa rangkasnya Cijolang dan melekat di masyarakat. Diantaranya ada istilah Rarangkasan, Pasir Buntu, Palatar Kaji, Sawah Walungan, dan Palatar Hampelas. Batas Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Ciamis tidak menggunakan batas alam tetapi menggunakan tanggul sawah. Berbeda dengan batas yang ada di peta negara kita yang digambarkan bahwa batas kedua Kabupaten tetap masih Cijolang lama, dengan anggapan bahwa Tangkolo yang menempel dengan wilayah Ciamis sekarang, dianggap masih menjadi satu kesatuan tanahnya secara utuh seperti dulu kala. Penuturan Rangkasnya sungai Cijolang ini didasarkan kepada penjelasan yang dituturkan oleh Nenenda Djuini Murhawi, yang dikenal di masyarakat Tangkolo dengan sebutan Indung Suti (Almarhumah) yang menurut pengakuannya menyakinkan peristiwa rangkasnya Sungai Cijolang.

Pada waktu itu beliau sudah dewasa, kurang lebih usianya 18 tahun. Karena pada waktu peristiwa itu terjadi belum ikut serta secara aktif rnemindahkan adik-adiknya yang masih kecil dan menyelamatkan barang-barang yang ada di dalam rumah serta mengangkutnya ketempat yang lebih tinggi karena air sudah sampai dilantai rumah. Di samping penuturan dari Nenenda Djuini, juga terdapat keterangan lain yaitu menurut Aki Madnawi (Almarhum) yang dikenal oleh masyarakat Tangkolo dengan sebutan Bapak Uwi. Menurut penuturannya pada waktu terjadinya sungai Cijolang rangkas, beliau menyaksikan tetapi saat itu masih anak-anak, namun sudah bisa membantu mengangkut kasur dan bantal yang terendam di dalam rumah dan mengeluarkan kambing dan kandang di kolong rumah yang sudah terendam air dan memindahkan ketempat lain yang lebih tinggi.

Posting Komentar

0 Komentar

MGID

Keuangan

Pemerintahan